Langsung ke konten utama

Menuju Kamboja: Ketemu pasangan super romantis di bus.

Woahhh! Akhirnya ada waktu buat nulis lagi, setelah beberapa minggu di serang dengan tugas-tugas kuliah. Enggak, saya nggak mau cerita tentang gimana rasanya dikejar deadline. Saya mau cerita tentang ‘How to get to Siem Reap from Ho Chi Minh City by bus.’ Pengin sih nulis blog pakai bahasa Inggris, tapi nggak pede euy haha. Yaudah, yuk, sini dengerin saya cerita.

Setelah puas jalan-jalan di Vietnam selama tiga hari, di hari ke empat saya harus melanjutkan perjalanan ke Kamboja. Sebelumnya, saya nggak pernah kepikiran untuk pergi ke Kamboja. Sama seperti ketika saya memutuskan untuk pergi ke Vietnam. Saya juga nggak tau nanti di Kamboja mau kemana dan ngapain aja (setelah tau kalau tiket masuk Angkor Wat seharga $32).

‘Pokoknya berangkat aja dulu’, pikir saya waktu itu.

Dengan berbekal tiket seharga $23, pukul 6.45 pagi, saya segera menuju bus agency di daerah Pham Ngu Lao. Bus saya akan berangkat menuju Kamboja pukul 7.30. Sambil menunggu penumpang bus yang lain, saya memutuskan untuk beli sarapan di CircleK dan numpang wifi gratis hehe. Dua sandwich tuna, satu buah onigiri tuna, dan satu liter air mineral sudah masuk di dalam kantong plastik dan menggantung di pergelangan tangan kiri saya. Saat nya masuk kedalam bus!

Bus yang saya tumpangi saat itu cukup nyaman untuk perjalanan yang kurang lebih memakan waktu selama tujuh sampai delapan jam. Bukti kalau bus yang saya tumpangi itu nyaman adalah saya bisa tidur sepanjang perjalanan. Selain efek nyaman ada efek dari obat mabuk yang saya minum sebelum bus berangkat hehe.



Setelah kurang lebih 6 jam perjalan, bus kuning saya berhenti di border Vietnam dan Kamboja. Sumpah, ini border yang paling oke dibanding border Kamboja-Thailand dan Thailand-Malaysia. Selain antrian nya yang rapih, ruangan ber-ac dan bersih, ternyata ada wifi! Mengingat saya nggak berlangganan roaming selama perjalanan, wifi adalah sesuatu yang spesial banget. Sambil berdiri menunggu antrian, saya langsung ngabarin keluarga, teman-teman dan nggak lupa untuk update. Maaf, emang anaknya millennials banget. Meskipun antrian nya panjang banget tapi jadi nggak kerasa karena ada wifi. Terima kasih wifi.







Setelah melewati border Vietnam-Kamboja, bus saya kembali melaju menuju kota Phnom Penh dan akan lanjut dengan bus yang berbeda menuju Siem Reap. Perjalanan dari Ho Chi Minh - Siem Reap cukup nyaman dan menyenangkan. Bus yang saya tumpangi nggak begitu crowded dan penumpang nya cukup ‘rapih.’ Saya juga bertemu dengan keluarga asal Prancis yang juga akan menuju Siem Reap. Senang, karena bukan cuma saya ‘turis’ di perjalanan waktu itu. Jadi, bukan cuma saya yang kebingungan ketika supir bus ngomong dengan bahasa Khmer.

Sesampainya di Phnom Penh, semua penumpang turun dari bus dan berganti ke bus yang lain untuk menuju Siem Reap. Saya dan keluarga Prancis itu di antar ke bus agency yang lain dengan menggunakan tuk-tuk (Gratis. Karena itu service dari mereka).

‘Where is the next bus to Siem Reap?’ tanya saya kepada pegawai bus agency.

Kebetulan, para pegawai di bus agency nggak pandai berbahasa Inggris. Jadi mereka menjawab pertanyaan saya menggunakan body language yang artinya menyuruh saya duduk dan menunggu sebentar.

Ternyata nggak sebentar, tiga puluh menit kemudian bus baru datang.. Dan… Bus ‘sambungan’ ini super duper jelek. Modelnya kayak kopaja di Jakarta. Pokoknya bus ini nggak nyaman sama sekali. Selain kotor, panas, dan lumayan bau, bus ini juga dikit-dikit ngetem. Alhasil, perjalanan Phnom Penh – Siem Reap yang harusnya bisa di tempuh dengan waktu empat jam, jadi memakan waktu tujuh jam! Gila! Terlambat tiga jam loh, cuy! Juga, yang membuat saya nggak nyaman adalah pasangan yang duduk persis di depan saya. Sempat-sempatnya mereka mesum di dalam bus! Saya sering sih lihat orang ciuman dan berbuat hal-hal yang lain di film bule (film bule ya, bukan film blue). Begitu lihat langsung itu rasanya… Jijik banget, sumpah! Gini, mbak, mas, ini itu di bus dan banyak orang, kalau mau 'berbuat' di tempat yang agak elite gitu lho. Tau bangunan yang namanya hotel nggak sih sebenernya?

Setelah melihat pasangan mesum di bus, pukul sebelas malam akhirnya saya sampai di Siem Reap. Badan saya rasanya mau patah. Saya memilih untuk naik tuk-tuk seharga $3 untuk menuju hostel teman saya. Lagi-lagi saya stay sama teman dari Couchsurfing. Kebetulan doi punya bisnis hostel dan mempersilahkan saya untuk tinggal di tempatnya selama dua hari.

Kalau kamu sudah pernah ke Kamboja belum?

Cheers,


Gendis.

Komentar

  1. parah lahhh! lengkapin lagi ndissss. jadi penunggu setia banget buat rute-rutenya! hahahaha 😂

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ke Bromo Naik Motor?

‘Bromo yuk ntar malem?’ Pertanyaan ini yang membawa saya pergi ke Bromo naik motor. Berawal dari iseng ngajakin temen-temen pergi ke Bromo, eh ternyata ditanggapi dengan serius. Awalnya saya pikir naik mobil aja deh, baru nanti waktu disana kita sewa jeep atau naik ojek. Iya, di Bromo memang ada jasa ‘Kang Ojek’, tapi ya gitu, mahal, sekali jalan sekitar 50.000 ribu rupiah, itu info yang saya dengar dari warga sekitar. Harga nya kemungkinan bisa lebih murah, atau sebaliknya. Balik lagi ke masalah naik motor. Itu pertama kali nya saya ke Bromo naik motor. Saya udah kebayang tuh gimana jauh nya Pasuruan, gimana gelap nya daerah Nongkojajar waktu malam. Di pikiran saya waktu itu cuma begal dan hantu. Kalau naik mobil, terus di begal masih bisa kita tabrak, kan? Kalau ketemu hantu masih terhalang sama kaca-kaca mobil. Nah, kalau motor? H-1 jam saya masih mikirin itu terus. Hampir aja mau saya cancel rencana untuk ke Bromo. Tapi, karena nggak mau bikin kecewa temen-temen saya, yaudah, a

Memanjakan Lidah di Madura Kini Nggak Cuma Makan Bebek Sinjay

Selain jembatan Suramadu (Surabaya-Madura), Bebek Sinjay kerap menjadi ikon dari pulau Madura. Tujuan para pelancong jika mengunjungi pulau garam ini biasanya hanya melintasi jembatan Suramadu dan menyantap bebek sinjay yang letaknya nggak jauh dari jembatan Suramadu. Tapi, semenjak film Aruna dan Lidahnya tayang di bioskop tanggal 27 September 2018 kemarin, para pelancong kini mempunyai opsi lain untuk memanjakan lidah di Madura, yaitu dengan mencoba campor lorjuk. Begitu pun saya, setelah keluar dari bioskop, saya langsung merencanakan short trip ke Madura untuk mencoba campor lorjuk. Source: google Warung campor lorjuk milik bu Iis buka mulai pukul 9 pagi sampai 9 malam. Di warung ini, bu Iis hanya menyajikan campor lorjuk biasa, campor lorjuk super (lorjuk nya lebih banyak :D) , es teh, kopi dan es jeruk nipis. Campor lorjuk adalah makanan khas kota Pamekasan. Bahan-bahan yang ada di dalam campor lorjuk antara lain: lontong, tauge, bihun, rempeyek, dan tidak lain tidak bu

Solo Traveling. Pengalaman. Teman.

‘Traveling sendirian? Kok berani?’ ‘Nanti di culik loh!’ ‘Izin nya gimana sih?’ ‘Kenapa nggak ngajakin temen kamu aja?’ Pertanyaan yang kerap muncul di DM instagram ketika saya sedang solo traveling . Kalau di pikir-pikir, saya selalu pergi traveling sendirian. Jarang banget liburan bareng temen-temen sepermainan. Ci gitu sepermainan haha. Ya, mungkin jadwal kita yang nggak cocok atau mungkin belum rezeki aja untuk pergi bareng. Kalau dibilang kesepian sih kadang iya, kadang juga enggak, karena saya selalu ketemu ‘temen’ baru di dalam perjalanan. Bulan Februari 2017 adalah trip pertama saya ke luar negeri, Singapore dan Malaysia.   Sendirian. Beruntungnya, saya ketemu teman baru, Mardiah. Cewek Depok yang juga lagi ngetrip ke Singapore dan Malaysia. Akhirnya kita menghabiskan 6 hari untuk jalan bareng dari Singapore, Malaka, dan berpisah di Kuala Lumpur. Selain ketemu Mardiah, saya juga ketemu temen baru pada saat perayaan Waisak di Yogyakarta, Jannette. Sebenernya